Minggu, 22 Januari 2012

Tentangmu yang Selalu Manis


“Hei, lagi apa?” Sapa Octavian.
“Seperti biasa. Tugas.” Jawab Caroline yang sudah mulai open.
“Apa kamu nggak bosen cuma ngerjain tugas?” Tanya Octavian yang memperhatikan Caroline.
“Nggak.” Jawab Caroline dan menghentikan pengetikannya sesaat. “Kalau kamu bosan, kamu bisa tinggalkan aku sendiri. Aku tidak memaksa kamu untuk menemaniku.”
“Hei..hei.. jangan marah. Aku kan tidak bilang aku bosan menemani kamu.” Bela Octavian.
Caroline terdiam dan tidak menanggapi kata-kata Octavian. “Kamu suadah makan?” Tanya Octavian.
“Belum.” Caroline menggeleng.
“Mau aku belikan?”
Bukannya menjawab, Caroline melirik jam tangannya. “Kenapa kamu masih repot-repot memikirkan aku? Bukannya kamu ada kelas jam segini?”
Octavian terlonjak kaget dan tersenyum senang.
“Kenapa kamu tersenyum? Jangan kege’eran, ya. Salah satu temanku sekelas denganmu, jadi aku sedikit banyak tau jam kelas kamu.” Ujar Caroline berbohong menutupi rasa malunya.
“Siap bilang aku ge’er?” Octavian menutupi rasa bangganya dan kembali mengutak-atik laptopnya. “Aku hanya merasa senang. Apa itu salah?”
“Sudahlah, lebih baik kamu kembali ke kelas kamu. Apa aku begitu kelihatan menyedihkan sehingga kamu begitu kekeh tetap mau menemaniku?”
Octavian diam, kemudian menutup laptopnya. “Ini bukan tentang menyedihkan atau tidak. Bukan juga tentang kesendirian kamu. Ini semua tentangmu yang selalu manis. Aku senang melihatmu yang sibuk mengerjakan tugas di depan laptop. Aku senang kamu memarahiku saat aku terus-terusan mengganggu kamu. Apapun yang kamu lakukan itu semuanya manis di depanku.”
“Gombal.” Gumam Caroline.
“That’s my feel. Kamu memang manis. Bahkan kopi pahit pun akan berubah manis di lidahku saat aku melihat kamu.”
“Sungguh?” Tanya Caroline.
“Yes, Of course.”
“Mas, aku pesen kopi pahit satu, ya?! Tanpa gula!” Serunya pada penjaga kantin.
“Lin, kamu mau apa?” Tanya Octavian yang tiba-tiba panik.
“Aku hanya ingin membukikan kata-kata kamu.”
“Tapi..” Octavian tak melanjutkan kata-katanya. Segelas kopi pahit sudah ada di hadapannya.
“Kenapa diam saja? Bukankah kamu bilang…”
“Oke! Aku akan minum.” Kata Octavian yang tak mau kalah.
Caroline tersenyum melihat raut muka Octavian yang berubah masam ketika meneguk kopi pahit yang di pesannya. “Sudah, jangan dilanjutkan.” Katanya sambil menyentuh tangan Octavian. “Aku percaya kamu orang baik.”
Octavian tersenyum dan menggenggam tangan Caroline dengan lembut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks for your comment