Selasa, 13 Desember 2011

Sendiri

when i can't nothing anything
Gelapnya langit malam
menghalangi bintang-bintang
menutupi rembulan
       Setitik sinar bintang telah sirna
       Seberkas cahaya rembulan telah lenyap
Hampa..
Tak ada lagi yang mempedulikannya
Tak ada lagi yang menatapnya

       Setetes demi setetes ia menjatuhkan butiran air
       Menangisi dirinya
       Deru guntur menyuarakan teriakannya
       Hembusan angin menyuarakan hatinya yang sunyi

Kini ia terus menangis, berteriak dan memberi tau isi hatinya
Tapi.. tak ada yang berubah
tak ada yang berbeda
tetap sendiri.. dan hampa

Sabtu, 03 Desember 2011

Drama Natal GEPKIN THB 2011

Arti sebuah Pengorbanan
Babak 1
(Pemeran Bapak tampil di atas panggung sedang menyapu)
Narator: Seorang Bapak yang suadah agak tua terlihat sedang menyapu halaman sebuah sekolah. Tak ada yang mengira kalau si bapak adalah seorang tuna rungu. Kekurangannya inilah yang membuat si bapak tidak berkomunikasi dengan baik dengan orang lain. Akan tetapi, ketekunan dan kesabaran yang ia miliki membuatnya dipercaya banyak orang. Salah satunya adalah kepala sekolah di mana ia bekerja sekarang sehingga ia diizinkan untu menyekolahkan anaknya dengan biaya yang dapat ia jangkau.
(Tutup Tirai)
Babak 2
Tirai di buka,
Temen 1: Guys!! Pengumuman, nih! Gue mau ngundang kalian buat datang di acara birthday party gue minggu depan. Party nya gue adain di hotel yang paling terkenal di Jakarta. So, siapapun pasti tau tempatnya.
Teman-teman: Yeeeeey!!!(Bersorak)
Temen 1: Tapi…. (kelas hening) Gue nggak mau ada yang dateng ke party gue dengan baju yang compang-camping ataupun style yang norak. Kalo sampe ada salah satu dari kalian yang dateng nggak sesuai dengan dresscode yang berlaku, gue jamin lu nggak akan bisa masuk.
Teman-teman: Yoiiii!! (Bersorak)
Teman 1 keluar panggung dan Mita memasuki panggung)
Temen 2: (Menghampiri Mita) Eh, Mit, lu ikut ke pestanya Teman 1, nggak ?
Mita: Hmm.. gue aja baru tau kalo dia ngadain pesta, emangnya acaranya kapan?
Temen 3: Eh, Temen 3, ngapain lu ngajakin si Mita. Lu nggak denger tadi sih Temen 1 ngmng apa? Siapapun yang dateng harus pake baju yang sesuai dress code. Gue nggak yakin deh, nih anak tukang sapu punya dress yang sesuai sama pestanya Temen 1. Lagi pula lu tau sendiri kan, bapaknya itu bisu. Mana punya waktu dia buat ikut pesta.
Temen 2: Oh, iya! Ya, udah, Ta, yang sabar aja, ya. Berdoa aja sebelum acara pestanya dimulai seorang peri datang ke rumah lu trus ngerubah lu jadi Cinderella.
Temen 3: Tapi sayangnya ini dunia nyata bukan nya dunia dongeng. Jadi, terima aja, nasib lu!
(Temen 2 dan temen 3 tertawa mengejek sambil keluar panggung)
Babak 3
(Suasana Rumah Mita)
Naratator: Mita dan bapaknya baru saja pulang ke rumah. Mita yang terlihat lelah langsung duduk di bangku, sedangkan sang bapak pergi ke dapur mengambil minum untuk mereka berdua.
Bapak: (menggunakan bahasa isyarat) Bagaimana tadi di sekolah/
Mita: Biasa saja. (meneguk air minum dan diam sebentar) Pak, Mita minta uang!
Bapak: Untuk apa?
Mita: Mita mau beli baju buat ke pesta ulang tahunnya temen Mita.
Bapak: (Mengeluarkan uang 20rb-an)
Mita: Dua Puluh Ribu???!!! Bapak, Mita itu mau beli baju pesta bukan kaos oblong. Nggak cukup uang segini. Mita minta lebih!
Bapak: Bapak tidak punya uang lagi.
Mita: Ck, pokoknya lusa, Mita minta uang lima ratus ribu! (Mita pergi meninggalkan bapaknya sendirian)
Tirai ditutup
Babak 4
Narator : Hari masih pagi, bapak Mita sudah ada di sekolahan dan mulai melakukan pekerjaannya sebagai tukang sapu.
Mita: (menghampiri bapaknya) Pak, mana uang lima ratus ribunya?!!
Bapak: Bapak belum memiliki uang sebanyak itu.
Mita: Bapak gimana sih? Kan Mita udah bilang sama bapak, kalo Mita butuh uang lima ratus ribu buat beli baju pesta!
Bapak: Tapi saat ini bapak belum memiliki uang sebanyak itu.
Tak jauh dari pemeran Mita, Teman 2 dan Teman 3 mengejek Mita.
Teman 2: Kasihan, ya, Mita. Dari seluruh murid angkatan kita, Cuma dia yang nggak ikut ke pestanya si Temen 1.
Temen 3: Yah, mau gimna lagi? Dia kan nggak punya dress yang mahal kayak kita-kita. Lagi pula, salah dianya sendiri dong nggak nyadar diri. Udah tau dia nggak selevel sama kita, tapi dia mau sok-sok an ngikutin gaya kita.
Mita: Tuh, Pak! Bapak denger sendiri kan, Pak? Mita bakalan terus jadi bahan ejekan kalau Mita nggak bisa dateng ke pesta itu.  Bapak nggak kasihan liat Mita jadi bahan ejekan terus-menerus?? Mita malu, Pak! (Menghempaskan sapu yang dipegang bapaknya dan keluar panggung).
Bapak: (Menghampiri Teman satu dan teman 2) Jangan jauhi dan ejek Mita. Dia anak yang baik.
Temen 3: Duh, Bapak ngomong apa, sih? Kita nggak ngerti.(Keluar panggung)
Tutup tirai
Babak 5:
Mita bingung mencari ide (di rumah)
Mita : (mondar-mandir) duh gimana caranya , ya biar gue bisa datang ke pestanya si teman 1 (mita mengobrak-abrik kamar bapaknnya) aha! Katanya ngga punya uang , ini dianggep apaan ? Dasar pelit (tirai tutup)
Babak 6:
{Suasana pesta , tirai di buka)
Teman 2 : Happy birthday ya , Temen 1 (cipika cipiki)
Temen 1 : Thanks ya
Mita : ( Dateng dengan baju barunya yang bagus dan mahal.)
Temen 3,Temen 2,Temen 1 : Mita?
Mita : Hai . Temen 1, happy birthday ya ! (memberikan kado)
Temen 1: Thanks ya
Temen 2: Oke , guys! Time to party !!
Teman-Teman : (bersorak)
 (Tirai tutup)
Narator : Pesta birthday temen 1 berlangsung sangat meriah. Sekita pk. 2 dini hari, mita pulang bersama temannya dalam keadaan mabuk. Di tengah perjalanan, mobil yang ditumpangi Mitamengalami kecelakaan yang cukup parah. Polisi yang menangani peristiwa tersebut langsung menghubungi keluarga korban, tak terkecuali bapaknya Mita yang anaknya juga menjadi korban dalam kecelakaan tersebut. Bapak Mita sangat terkejut dan langsung pergi menuju rumah sakit ketika mendengar berita kalau anaknya mengalami kecelakaan.
Babak 7
Di rumah sakit dan tirai di buka setengah
Bapak: (Berjalan dari belakang menuju panggung dengan tergesa-gesa dan menghampiri suster yang sudah berdiri di panggung) Bagaimana keadaan anak saya?
Suster: Maaf, Pak, saya tidak mengerti maksud bapak. Bapak mencari siapa?
Bapak: (Mengeluarkan secarik kertas dan menulis sesuatu) Saya mencari anak saya yang bernama Mita. Usianya 17 tahu. Dia baru saja dibawa ke UGD karena kecelakaan.
Suster: Oh, tunggu sebentar ya , Pak. Saya panggilkan dokter yang menanganinya terlebih dahulu.
Tirai dibuka penuh
Suster: Bapak, ini orang tuanya Mita.
Bapak: (Menulis dikertas) Bagaimana keadaan anak saya?
Dokter: Anak bapak sudah melewati masa kritisnya. Sekarang kondisinya juga sudah mulai membaik. Tapi, maaf, Pak. Ada pecahan kaca yang mengenai mata anak bapaK dan pecahan itu akan menyebabkan Mita tidak bisa melihat lagi.
Bapak: Tidak mungkin, Dok. Anak saya tidak boleh buta. Berikan saja mata saya padanya, Dok!
Dokter: Maaf, Pak. Memang Mita bisa mendapatkan donor mata, tetapi si pendonor tidak boleh mereka yang masih hidup.  Bapak bisa mencarinya di rumah donor. Meskipun kecil kemungkinan Bapak mendapatkan pendonor, tapi berdoalah, Pak.
Tutup tirai
Narator: Tanpa menunggu waktu yang lama, Bapak Mita segera mencari pendonor mata di rumah sakit sekitar Jakarta. Akan tetapi hingga malam hari, dirinya tetap tak bia menemukan pendonor karena terhalang oleh biaya. Akhirnya pun ia mendaftarkan diri sebagai pendonor mata untuk ia berikan kepada anaknya. Tapi seperti yang dokter katakana, seorang pendonor mata haruslah mereka yang sudah tidak bernyawa dan bersedia mendonorkan anggota tubuhnya. Karena kasihnya kepada anaknya, Mita. Bapak Mita diketahui tewas akibat overdosis dan di leher tergantung tanda pengenal kalau ia merupakan salah satu pendonor mata untuk Mita.
Babak 8
Tirai dibuka
Mita: (Terduduk lemas dengan surat-surat dari Bapaknya)
Narrator yang adalah suara bapak Mita: Mita, anak bapak. Tau kah kamu bapak sangat bangga punya anak spertimu. Kamu cantik baik, serta pintar. Kamu seperti seorang gadis remaja yang sempurna. Maaf kan bapak karena kekurangan bapak. Bapak tau pasti kamu sangat malu punya ayah seperti bapak. Bapak hanya lah seorang yang bisu dan bekerja sebagai tukang sapu. Tak ada yang dapat kamu banggakan dari bapak. Maaf bapak berbohong padamu. Bapak bilang bapak tidak punya uang untuk membelikan baju pesta. Bapak hanya berfikir untuk masa depan kamu. Bapak sengaja mengumpulkan uang untuk biaya kuliah kamu nanti setelah lulus SMA. Bapak tau kamu mengambil uang simpanan bapak, bapak tidak marah. Bapak hanya sedih kenapa kamu tidak minta izin pada Bapak. Maaf bapak harus meninggalkan km. Bapak hnya ingin km tetap sempurna tanpa cacat sedikit pun, makanya bapak memberikan mata bapak untukmu. Jadilah gadis yang baik dan bertumbuhlah menjadi wanita yang bijak. Ingatlah, selalu berpegang teguh dan berharap pada Tuhan semasa kehidupanmu.
Mita: (menangis) Mita juga sayang bapak. Maafkan Mita, Pak.
Narator: Penyesalan selalu datang terlambat. Saat penyesalan itu datang tak ada yang bisa diubah. Sekalipun membangkitkan orang yang sudah mati. Pengorbanan seorang orang tua yang sayang kepada anaknya tak dapat dibatasi oleh apapun sekalipun maut. Kasih sayang bapak Mita membuat Mita merubah kehidupannya. Setelah ayahnya meninggal, Mita menjadi anak yang lebih tekun dan giat lagi, ia ta lagi malu kalau ia memiliki ayah yang bisu. \
Tirai perlahan ditutup

Rabu, 30 November 2011

Good bye November


Drrrrtttrrrtt…Drrrttttrrrtt… Suara getar hp Caroline mulai mengganggu tidurnya. Ia mengulet sebentar, kemudian mencari-cari HP-nya dengan mata yang masih tertutup. Getaran yang makin keras membuat Caroline kesal dan beranjak dari tidurnya untuk mencari HP yang tak berperasaan miliknya.
“Berisik  aja, ya!” Gerutunya dan ia kembali menjatuhkan dirinya pada kasur empuknya.  Pastinya setelah ia yakin telah mematikan alarmnya.
Bukan kemalasan yang menjadi factor utama Caroline susah untuk bangun pagi. Ia hanya tak mau bangun dari setiap tidurnya. Setiap malam, di saait semua orang berharap mendapatkan nafas baru yang segar untuk esok hari, Carolline hanya meminta kalau diijinkan, ia tidak mau bangun di esok hari. Ia lelah terus merasakan kesedihan di sepanjang hari-harinya. Ia bosan harus terus teringat kenangan yang indah tapi menyakitkan untuk diriya. Kenangan yang mengingatkannya akan mantannya. Cowok yang ia kira baik, bahkan lebih baik dari semua cowok yang pernah ditemuinya, ternyata mampu menyakitinya. Cowok yang selalu berkata ‘aku sayang kamu’ dan ‘aku cinta kamu’, ternyata tega membiarkan dirinya menangis. Lebih-lebih hari ini adalah hari terakhir di bulan November. Perasaannya semakin kacau ketika ia mengingat hari natal. Hari dimana semua orang akan merasa senang, bahagia, penuh sukacita, tapi ia tetap harus menagis di dalam kesendiriaanya.
“CAROLINE!!” Sebuah suara mulai menggelegar dengan iringan gedoran pintu.
Caroline pura-pura tak dengar, ia mengambil bantal untuk menutup telinganya dan menarik selimut.
“Caroline!!! Bangun!! Kamu nggak mau kerja?!!” Suara nyokapnya Caroline kembali terdengar dengan suara yang lebih keras dan semangat menggedor-gedor pintu.
Suara yang begitu riuh memaksa Caroline untuk bangun dari tempat tidurnya dan membuka pintu kamarnya. Telinganya agak bising juga mendengar teriakan yang diiring gedoran pintu yang dilakukan mamanya. “Iah, Olin bangun.” Katanya lemas dan ngeloyor pergi ke kamar mandi.
“Kamu itu, ya. Nggak pernah sadar-sadar! Usia kamu udh berapa? Masa untuk berangkat ke kantor aja mesti di bangunin….” Omel Nyokapnya Caroline panjang lebar.
“Kayak umur gue udah 30an ajah, baru juga 20.” Gerutunya.
“Apa?! Kamu jawab apa Caroline?”
“Ha? Nggak, Ma. Aku mandi ya!” Jawabnya dan langsung menutup pintu kamar mandinya.
20 Menit kemudian, Caroline baru saja keluar dari kamar mandi. Seperti biasa, butuh waktu hamper satu jam sampai Caroline benar-benar terlihat rapid an cantik. Setelah merasa yakin dengan pakaian dan tampilannya hari ini, ia segera keluar kamarnya. Tak lupa sesaat sebelum ia keluar, ia menatap ke cermin lagi. Ia ingin menimbulkan kepercayaan dirinya.
“Pagi, Caroline! Everything is ok! Be nice in your life!” Katanya menyemangati dirinya.
Usai Pamit kepada mamanya tersayang, Caroline pun langsung meluncur ke kantornya. Jarak antara kantor dengan rumahnya memang tidak terlalu jauh dan itulah yang menjadi alasan Caroine ‘senang’ datang paling siang dari semua karyawan yang bekerja di kantornya.
“Pagi, Mas Oni! Pagi Pak Yusuf!” Sapanya saat melihat dua teman kantornya sedang berdiri di depan kantor.
“Siang, De Caroline!” Jawab seorang cowok yang namanya Mas Oni, bermaksud menyindir Caroline.
“Ihh, Kan aku nggak telat.” Rajuknya pura-pura marah. Tanpa mempedulikan temannya yang rada usil itu, Caroline langsung ngeloyor masuk ke dalam kantor. “Pagi, Sya!” Sapanya semangat dengan tak lupa memamerkan senyumnya.
“Pagi. Kok semangat banget kamu, Lin? Ada apa?” Tanya Tasya yang agak heran.
“Hmm.. nggak ada apa-apa sih.” Jawabnya seraya mengabsen dirinya pada mesin absen otomatis. “Gue badmood, salah. Gue seneng, salah juga. Jadi gue mesti gimana dong, Sya!?” Tanyanya pura-pura bingung.
“Hahaha.. Lo tuh, ya. Kayak anak kecil aja candaan lu.” Ledek Tasya yang pandangannya tak lepas dari computer.
“Semua orang aja, hari ini bilang gue kayak anak kecil. Hhhh… seandainya gue tetep bisa jadi anak kecil. Anak yang nggak tau apa itu cinta, apa itu sakit hati, apa itu kecewa. Cape gue, Sya.” Keluh Caroline.
Hampir setiap hari Caroline mengeluh dan curhat tentang masalah-masalahnya. Khususnya masalah percintaan. Tasya memang sudah menjadi orang yang paling dekat dengan Caroline di kantor dan sampai saat ini Tasya tak pernah mengeluh sedikit pun kaena selalu mendengar Caroline megeluh setiap pagi.
“Aneh-aneh aja lu ngomong. Nggak enak juga kali jadi anak kecil terus. Kemana-mana ada yang ngikutin, trus nggak bisa pegang uang sendiri. Jadi, kalo lu mau belanja pas diskon, lu mesti minta dulu ama nyokap lu atau bokap lu. Mau lu kayak gitu?”
“Yaaah, nggak gitu juga, sih. Tapi sebel, Sya. Masa tiap hari gue harus inget dia, harus mimpiin dia. Sakit tau, Sya.”
“Caroline, lu tuh udah lama putus sama dia, kenapa sih masih dipikirin terus? Lu nggak kasian ama diri lu? Otak lu tuh masih bagus, masih banyak ide-ide kreatif yang terpendam di otak lu! Sayang banget kalo lu pake otak lu Cuma buat mikirin cowok yang bahkan nggak mikirin lu. Sekarang gue tanya, lu tau nggak sekarang dia lagi apa?”
Caroline melihat jam tangannya, “Kuliah.”
“Lu tau dia lagi kuliah. Sekarang gue tanya, apa dia tau sekarang lu lagi apa? Lagi kerja di mana? Dia nggak pernah mau tau tentang urusan lu, kan? So, sampai kapan lu begini terus?” Tanya Tasya agak keras, meskipun ia tak tega mengeluarkan suara yang tegas, tapi ia berharap ketegasannya itu bisa membuat temannya yang satu ini sadara kalau cowo yang bernama Octavian itu nggak pantes membuat dirinya terpuruk..
Caroline diam sejenak. Ia sebenarnya sadar dan sangat sadar kalau selama ini ia hanya mengharapkan sesuatu yang mustahil. Sesuatu yang ia tau nggak mungkin pernah ia dapatkan. Selama ini ia hanya penasaran dan belum bisa terima kalau cowok yang katanya sayang dengannya hanya menganggapnya sebagai sahabat. Sekalipun mereka telah menjalin kasih selama satu tahun lebih. Bukan waktu yang sebentar bagi Caroline. Selama mereka pacaran, Caroline memang sering minta putus karena kesal dengan sikap acuh cowoknya, tapi ucapannya itu tak pernah terjadi. Ia tak pernah tega meninggalkan Octavian sendiri. Berali-kali Caroline menyerah, tetapi ia masih terus memberikan kesempatan untuk Octavian.
Akan tetapi, seperti air susu dibalas air tuba. Octavian tidak melakukan hal yang sama seperti Caroline. Delapan bulan lalu, ia menyatakan putus dan tidak memberikan Caroline kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka. Caroline pun tak merasa melakukan kesalahan, ia tak berselingkuh apalagi melakukan hal yang membuat Octavian marah. Berkali-kali ia meminta Octavian untuk balikan tapi tak pernah ada jawaban yang ia dapatkan. Sampai akhirnya suatu pertanyaan muncul dibenaknya.
“Sebenarnya sampai saat ini kamu masih sayang sama aku atau nggak sih?” Tanya Caroline saat ada kesempatan untuk berbicara empat mata dengan Octavian.
Octavian hanya tersenyum seraya mengelus lembut rambut Caroline, “Aku akan selalu tetep sayang sama kamu. Kamu kan sahabat aku.” Ucapnya lagi dengan tulus.
Ketulusan dan kejujuran yang membuat Caroline ternganga. Ia tak habis pikir, semudah itukah seorang pria menganggap mantannnya sebagai sahabatnya. Atau kah selama ini Octavian hanya menganggapnya sebagai sahabat? Hati dan pikirannya terus berkecamuk. Pikirannya memaksa dirinya untuk berhenti berharap pada Octavian lagi, tetapi hatinya ingin terus berharap dan percaya kalau Octavian akan kembali menadi miliknya.
Caroline kembali berfikir dan mulai membuaka pikiran dan hatinya. Semua yang dikatakan Tasya memang ada benarnya. Selama ini, Octavian tak pernah mau menghubunginya. Tak pernah sedikit pun niat Octavian untuk peduli dan memikirkan keadaannya.
“Lin, lu tuh masih muda. Usia lu masih 21 tahun. Masa lu mau jadi perawan tua Cuma gara-gara tuh cowok? Lu bayangin deh tujuh atau delapan tahun lagi dia menikah dan lu masih stuck mikirin dia? Lu sendiri, Lin, yang rugi.” Kata Tasya memberikan wejangan lagi.
“Haaaa Tasya….. Masa dia nikah ama cewek lain? Trus gue?” Rajuk Caroline yang mulai kayak anak kecil.
Tasya menggedikkan bahunya. “Pilihan ada di pikiran dan hati lu. Lu mau move on and lanjutin hidup lu atau lu mau stuck mikiri dia yang nggak pernah mikirin lu.”
Caroline diam dan berfikir, “Terus kalo nggak ada pilihan, gimana, Sya?”
“Siapa bilang nggak ada pilihan? Lu tuh hanya senang berendam di dalam air mata lu. Lu nangis tiap malem, mikirn dia seharian. Apa ada gunanya? Apa bisa buat lu tambah kaya? Apa bisa buat di tiba-tiba datang ke sini? Gue rasa nggak, Lin.”
“Tasyaaaaa…”Rajuknya manja. Caroline hanya memeluk Tasya dan Tasya peraya kalau temannya yang satu ini sudah bisa memilih hal yang benar untuk kehidupannya.
***
Hari berganti malam. Langit yang gelap agak sedikit bercahaya dengan bertaburnya beberapa bintang yang berkelap-kelip. Tak ada lagi yang Caroline rasakan selain kelelahan. Hari ini cukup banyak pekerjaan yang dilimpahkan ke divisinya dan khususnya di mejanya.
Ia mengambil sebuah buku di laci meja komputernya. Sebuah buku yang sudah agak lusuh karna tak pernah ia pergunakan lagi. Buku harian yang dulunya selalu ia tulis stiap hari. Sebuah kewajiban bagi dirinya untuk menulis apa saja yang ia kerjakan dan ia alami sepanjang hari.
Caroline mulai mengambil pulpen dan menulis di halaman kosongnya.
Langit..
Sedihkah engkau jika tak ada bintang?
Bisakah kau tetap bercahaya meski tak ada bintang di sisimu?
Khawatirkah dirimu bila bintang pergi?
Tapi langit, sadarkah kau ada bulan yang setia denganmu
Sadarkah kau ada bulan yang akan memberimu cahaya
Langit…
Percayakah padaku…
Ketika apa yang kita harapkan pergi
Selalu dan akan selalu ada penggantinya
Pengganti yang setia menunggu kita sampai kita berpaling padanya..
Caroline menutup bukunya, ia kembali memandang langit. “Sudah cukup delapan bulan ini aku memberi kesempatan buat kamu untu kembali. Good bye November. Good bye Octavian.” Caroline menghela nafas sesaat. Air matanya mulai membasahi pipinya, tetapi dengan cepat ia mengusapnya. “Welcome December. Welcome my new prince.”

Selasa, 15 November 2011

My ex officce

Just a little photo about room in my ex-officce, Check it out




Ini meja gue selama bekerja di kanator yang bergerak di bidang kontraktor ini. Cukup berantakkan, bukan? Gue juga binggung mau ngeberesinnya waktu gue mau mengundurkan diri
 Ini juga ruangan gue. Bukan ruangan gue sepenuhnya sih. Di ruangan ini ada satu karyawan lagi yang bertugas mendesain gambar. Setidaknya lebih baik dan lebih beradab kerapiannya daripada meja gue :P
 Masih di ruangan yang sama. Dua komputr ini adalah milik temen gue sdgkan yang tadi kmputer erja gue -yang sebenarnya jarang gue pakai :P
Mungkin tiga bulan bukan waktu yang lama gue bekerja disini tapi ya.. karna satu dan lain hal gue harus dan sangat ingin keluar dari kantor ini.

Rabu, 02 November 2011

a letter from you

"dear my beloved person,
hei, kamu yang di sana! adakah sedikit rasa kangen yang kamu rasain terhadap aku yang di sini. Aku lagi mikirin tentang natal ku di tahun ini. Sedih rasanya saat aku sadar kalau natal kali ini harus aku jalani sendiri tanpa kamu. Mungkin natal kali ini dalam persiapannya, nggak ada kamu yang nemenin aku. Mungkin di natal taun ini nggak ada saling tukar kado. Inget buku diary yang kamu kasih di natal dua tahun lalu? Bukunya memang udahnggak ada di aku tapi aku harap kamu jaga baik-baik ya bukunya.
Aku mungkin egois tapi aku nggak bisa apa-apa. Nggak ada yang bisa nerubah perasaan kamu ke aku. Aku cuma sahabat km dan nggak akan pernah lebih. Aku juga nggak akan bisa jadi org yang spesial lagi buat kamu. Mungkin..mungkin di luar sana kamu sudah menemukan cewe yang tepat buat ada di samping kamu. Cewe yang jauh lebih sempurna dari aku. cewe yang jau lebih baik dari aku, cewe yang mungkin lebih sayang n perhatian dari pada aku.
Aku cuma pengen bilang, kalau kamu butuh seseorang buat cerita, ada aku di sini. Gimana pun keadaan km dan keadaan aku, aku pasti akan selalu ada buat km. Aku bakalan dengerin setiap keluh kesah km
hmm.. Lagi-lagi aku sadar, kalau aku cuma akan hanya ganggu khdpn km. Rasa sayang yang aku punya ternyata malah ganggu hdp kamu. Aku buat malu km. Maaf buat semua sikap aku ya..aku kayak gini karena aku sayang kamu

Regards
a girl who loves you forever"

Selasa, 01 November 2011

Curhatan Tweechiz

nyesek banget di saat kita butuh sahabta kita, tapi mereka nggak ada buat kita. Di saat kita butuh pacar kita, dia juga nggak bisa ada buat kita (kalo yang satu ini memang belum punya). Malem ini lagi galau banget, inget mantan (tiap malem juga galau sih). Gue pengen ada sahabat gue atau temen gue yang bisa ngasih semangat atau dorongan seenggaknya bilang "lu pasti bisa lupain dia, S!" 
Tapi yang ada gue malah dikacangin. Hmm.. mungkin mereka udah bosen kali ya, denger gue galau mulu hhehhe.. Sbenernya sih mereka nggak salah. Mereka udah bilangin berulang kali ke gue untuk move on dan ngelupain mantan gue. Tapi, yaaa... emang gue aja yang bebal, yang nggak mau dengerin mereka. Alhasil, sekarang gue malah berjuang sendiri buat bangkit dari kegalauan. 
Atau mungkin juga mereka lagi sibuk. Yap, mungkin juga gitu. Secara si C lagi mau UTS, W juga kayaknya masih UTS, kalo M , hmm sibuk belajar mungkin. Haaaaa... gue kangen ... kangen masa SMA. Masih ada mereka. Masih ada pacar. Pengen bbman ama mantan, tapi pasti dicuekin. gue bilang kangen, pasti jawaban dia "udh km tidur". ketauan banget sih kalo tuh orang emang sebenernya keganggu banget ama perasaan gue. Dia pasti bakal lebih seneng kalo nggak bbmin dia hahha.. (kenapa tambah galau?????)
singing akh "i'm all about you i'm all about us..." Ga tau lanjutan lagunya hhahha
oke lah sekian celotehan galau dari dasar hati yang paling dalam (lebay dikit)
Gbu

Pangeran untuk Qisya


“Qisya, mau sampai kapan lu nungguin tuh cowok?” Anginnya kenceng banget lho. Lu nggak takut masuk angin?” Tegur  Patris pada sahabatnya.
“Dia pasti dating, Tris!” Tegas Qisya yang masih tak bergerak sedikit pun. “Dia janji mau akan datang jika hujan turun.” Katanya lagi.
Patris tak bisa berbuat apa-apa lagi. Ia tahu sifat keras sahabatnya ini. Sebenarnya ia tak tega melihat keadaan Qisya, sahabatnya. Kesedihan pasti masih menyelimuti hatinya. Enam bulan lalu, cowok yang sudah dipacarinya selama satu tahun meregang nyawa dalam kecelakaan maut saat akan pergi berlibur dengan keluarganya. Lalu, seminggu yang lalu Qisya bercerita pada dirinya kalau ia bertemu dengan seseorang yang mirip dengan Qiyo, pacarnya.
“Tapi, Sya, Qiyo kan udah….” Patris tak tega melanjutkan kalimatnya. Ia tak enak hati dan takut menyinggung perasaan sahabtnya.
“Meninggal!” Qisya melanjutkan kalimat sahabatnya Patris dengan suara lantang. “Tris, gue nggak gila. Gue tahu Qiyo udah meninggal, tapi cowok yang tadi gue temuin bener-bener mirip Qiyo.”
“Lu tahu namanya?” Tanya Patris dengan nada menyelidik.
Qisya menggelengkan kepalanya,” Gue belum sempet tanya namanya.” Jawab Qisya dengan suara pelan. “Tapi, gue akan segera tahu namanya!” Ucapnya lagi dengan penuh keyakinan. Patris hanya menggedikkan bahunya dan masuk ke dalam rumah.
Sudah satu jam hujan turun, mulai dari gerimis hingga sampai sederas ini. Ada niat di hati Qisya untuk berhenti menunggu dan melupakan perkataan cowok yang mirip dengan pacarnya, Qiyo. Ia mulai bangkit dari kursi dan berniat untuk meningglkan balkonnya.
“Qisya!” Teriak seseorang yang membuat Qisya melihat ke bawah dri balkonnya.
Tidak hanya wajahnya, suaranya pun mirip dengan Qiyo. Batin Qisya lirih. Melihat seseorang yang mirip dengan pacarnya tetap berdiri di depan rumahnya yang hanya terlindung dengan sebuah payung, Qisya langsung meninggalkan balkonnya dan keluar rumah menghampiri cowok itu. Bajunya agak basah ketika ia bisa berhadapan dengan cowok yang memiliki wajah dan suara yang mirip kekasihnya.
“Hei, kamu kehujanan! Pakai ini!” Seru cowok itu seraya menyerahkan sebuah paying kepada Qisya.
Qisya mengambil payung dari tangan cowok itu dan menggunakannya sesuai dengan kata-kata cowok itu.
“Sekarang, ayo ikut aku!” Ajak cowok itu dn Qisya lagi-lagi terhipnotis dengan kata-kata cowok itu.
Qisya melangkahkan kakinya sesuai dengan perintah cowok itu tanpa membantah sedikit pun.  Cowok itu memperlambat langkahnya ketika mereka tiba di sebuah taman. “Qisya!” Panggilan yang cukup keras dari cowok itu mampu menyadarkan Qisya.
Qisya terlihat linglung saat cowok itu menyadarkan kesadarannya, “Kamu siapa? Kenapa hujan-hujan begini aku berada di luar rumah?” Tanya Qisya.
“Aku yang mengajakmu keluar rumah. Perkenalkan, aku Niar.” Ucapnya seraya membungkukkan badannya.
“Niar?” Gumam Qisya , matanya menerawang. “Seingatku, aku tidak pernah memiliki teman atau kenalan yang bernama Niar. Kenapa kamu bisa tahu nama dan tempat tinggalku?” Tanya Qisya menyelidik.
Niar tersenyum. “Dulu aku memang bukan teman kamu, tapi sekarang kita nerteman , kan?” Tanya Niar meyakinkan.
Qisya tak menanggapi gurauan Niar, ia tetap menunggu pertanyaannya terjawab dengan jelas.
Niar yang mengerti kemauan Qisya, memberanikan diri untuk bercerita. “Oke…oke… Hmmm,. Mungkin kamu tidak akan percaya dengan cerita ku, tapi karena kamu meminta untuk menceritakan semuanya, aku akan coba menceritakannya secara perlahan supaya kamu  bisa mengerti.” Niar menghela nafas sesaat. “Aku terkena hukuman dari dewan kerajaan di tempatku karena aku melakukan kesalahan yang amat fatal. Hukuman yang diberikan oleh dewan kerajaan terhadapku adalah membuat hati seorang perempuan yang sedang bersedih menjadi bahagia. Sebenarnya aku bebas memilih siapapun yang enjadi targetku, tapi seseorang di kerjaan berkata kepadaku ada seorang gadis remaja yang cantik sedang diselimuti kesedihan yang mendalam. Gadis itu selalu melihat ke langit saat hujan ketika hatinya mulai merindukan kehadiran kekasihnya. Kekasih yang telah mati dalam kecelakaan.” Niar menghentikan ceritanya, ia ingin tahu apa reaksi Qisya setelah mendengar ceritanya.
“Imajinasimu terlalu tinggi. Kamu cocok menjadi penulis dan aku yakin imajinasimu ini dapat dijadikan buku sehingga kamu bisa menjadi orang yang popular.” Ejek Qisya dan beranjak pergi dari hadapan Niar. Akan tetapi, sepasang tangan tiba-tiba memeluknya dari belakang. Kedua payung mereka terjatuh , tapi Qisya tak sedikit pun merasakan kedinginan ataupun air hujan yang membasahi dirinya. Qisy meronta, tapi tentu kekuatannya tak sebanding dengan kekuatan Niar.
“Aku mohon batulah aku. Jika kamu mu membantuku, aku akn memberikan apapun yang kamu mau sekalipun Qiyo yang kamu inginkan.” Ucap Niar tulus dan masih memeluk Qisya.
Perlahan Qisya tak lagi meronta, penawaran yang dilakukan Qiyo sepertinya berhasil, “Kamu benar-benar bisa mengembalikan Qiyo?” Tanya Qisya lagi.
Niar mengagguk yakin. “Tentu saja.” Jawabnya singkat.
“Apa yang bisa aku lakukan untuk membuat hukumanmu terselesaikan.?” Tanya Qisya semangat.
Niar terdiam sesaat dan kemudian tersenyum. “Ciuman pertama kamu.”
“Nggak akan!” Bentak Qisya seraya mendorong Niar menjauh dari tubuhnya.
Niar menggedikkan bahunya. “Itu terserah pada dirimu.”
Qisya tak berani memberikan ciuman pertamanya pada siapapun tak terkecuali Qiyo, cowok yang dipacarinya selama setahun, bahakan sampai akhir hayatnya. Jadi, mana mungkin ia bisa memberikan ciuman pertamanya begitu saja pada cowok yang baru ia kenal, apalagi ia tak memiliki perasaan apapun pada cowok itu.
“Aku tidak akan memaksamu, kita bisa memulainya secara perlahan. Lebih baik kamu pulang, hari sudang mulai senja dan aku pikir kamu membutuhkan waktu untuk memikirkan perjanjian kita ini.” Kata Nia bijak.
***
“Sya, gue balik duluan, ya!” Pamit Patris saat bel pulang sekolah berbunyi.
“Ya!” Jawab Qisya setengah hati. Sebenarnya ia agak sebal harus tetap berada di sekolah karena hujan yang turun begitu deras dan maminya tak bisa menjemputnya.
“Butuh bantuan, Princess?” Qisya tersentak kaget melihat Niar ada di belakangnya.
“Kamu? Bagaimana kamu bisa tau sekolah ku?” Tanya Qisya yang terheran-heran.
Niar tertawa bangga. “Tentu saja aku tahu. Ku kan harus tahu dengan jelas tentang kekasihku.” Katanya dengan begitu yakin.
Kali ini gantian Qisya yang tertawa dan membuat heran Niar. “Kekasih? Siapa yang mau jadi kekasih kamu? Jangan kegeeran kamu!” Ejek Qisya samba terus memajang senyum di wajahnya.
Niar tersenyum, hatinya merasa senang dan lega melihat Qisya tertawa. Bukan karena rencananya berjalan dengan baik, tapi ia senang meliat senyum gadis yang menjadi target misinya. “Senyum seperti itu lebih baik daripada terus-terusan melamun dan bersedih.” Ucapnya dan membuat Qisya sedikit tersipu malu.
“Apa sih kamu!”
“Pulang lah dan beristirahatlah. Hati-hati, ya.” Katanya.
“Tapi, bagaimana akau bisa pulang kalau masih hujan seperti ini?” Qisya mengadahkan tangannya.
“Hujan berehenti!” Seru Niar dan seketika itu hujan mulai reda san langit pun semakin cerah.
Qisya yang terkejut langsung memandang langit biru yang dihiasi pelangi. “Niar kamu benar-benar…” Qisya makin bingung ketika Niar sudah menghilang begitu cepat dari hadapannya. “Pangeran hujan.” Gumamnya. Ia kembali mengedarkan pandangannya dan setelah yakin kalau Niar tak ada lagi di sekelilingnya, ia melangkahkan kakinya menauh dari sekolah menuju rumahnya. Sepanjang perjalanan, senyumnya mulai mengembang.
“Akhir-akhir ini kayaknya sering bnget hujan yaa? Lama-lama jadi banjir deh.” Keluh Patris. “Sya, lagi sibuk apa sih? Gue curhat sampe nggak didengerin.” Keluhnya lagi saat tahu Qiya tidak mempedulikannya.
“Lu tuh bukannya curhat, tapi ngeluh!” Kata Qisya sambil terus mengerjakan sesuatu.
“Yaa, sama lah. Beda-beda tipis.” Jawab Patris tak mau kalah. “Tapi, lu lagi buat apaan sih? Mahkota?” Tanya Paris.
Qisya mengangguk dan tersenyum, “Bagus, nggak?”
Patris mengangguk-anggukkan kepalanya. “Bagus sih, tapi buat siapa?” Tanya Patris penasaran dan Qisya hanya tersenyum. “Sya, jangan bilang lu mau kasih mahkota ini ke pangeran khayalan lu?”
“Enak aja. Dia itu bukan khayalan gue, tapi pangeran gue. Calon, sih.” Jawabnya sambil tersenyum.
“Qisya..Qisya.. Sakit lu!”
“Idih nggak percaya. Kalau nggak percaya nanti gue tunjukin deh.” Tantang Qisya.
Waktu yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Waktu pulang sekolah. “Mana pangeran khayalan lu?” Tagih Patris
“Sabar dooong, Patris.” Qisya dan Patris menunggu di depan gerbang sambil terus memperjuangkan argumennya.
“Qisya!” Panggil seseorang dan Qisya yakin kalau suara itu adalah suara Niar.
“Hei!” Sahut Qisya dengan riang.
“Sya, siapa tuh cakep banget! Agak mirip Qiyo.” Bisik Patris.
“Ehm, Patris kenalin, temen gue. Niar.” Ujar Qisya dengan bangga memperkenalkan Patris dengan pangerannya.
Niar tersenyum. “Qisya, kamu ada waktu? Aku mau ajak kamu ke suatu tempat.”
Qisya memandang Patris, sahabatnya, seperti meminta ijin. Patris pun mengangguk.
“Mau ke mana?”
“Yuk, ikut aja!” Niar menggenggam tangan Qisya dan berjalan menuju tempat yang sudah ia persiapkan.
Berjalan beberapa menit di tengah-tengah hujan tak membuat Qisya kebasahan. Mereka berjalan sambil bersenda gurau. Hati Qisya dibuat melayang karena gombalan Niar.
Niar melepaskan genggaman tangannya dan mengadahkan tangan ke langit. Ia mengambil tetesan air dan membuatnya menjadi gelembung yang lumayan besar. “Ambillah!” Perintahnya.
Meskipun timbul banyak pertanyaan yang timbul di kepalanya, tapi ia tetap menuruti perintah Niar. “Yaaaa…” Keluh Qisya ketika gelembung yang dibuat Niar pecah di tangannya. “Maaf, Niar. Aku…”
“Qisya, nggak semua hal buruk yang terjadi di kehidupan kamu itu adalah kesalahan kamu. Terkadang itu terjadi karena memang ketidakmampuan kita dalam menjaga sesuatu.  Berhentilah menyalahkan dirimu. Qiyo meninggal karena takdir.” Niar menggenggam tangan Qisya.
“Benarkah?” Tanya Qisya ragu.
Niar mengangguk. Ia mendekatkan wajahnya ke bibir Qisya. Mereka berciuman beberapa saat sampai sebuah cahaya menyiaukan mereka berdua.
“Niar, tugasmu telah selesai. Kembalilah!” Perintah suara itu.
Qisya menatap Niar, “Kamu akan pergi?”
“Untuk sesaat.”
“Niar ini untukmu!” Seru Qisya mengejar sosok Niar yang terangkat ke langit seraya menyerahkan mahkota yang ia buat dari daun cemara.
Hujan kembali turun dengan deras. Sudah beberapa bulan ini Qisya selalu duduk di saat di balkonnya saat hujan.
“Niar sudah menjadi pangeran.” Gumamnya.
“Dan Qisya sudah menjadi permaisuri pangeran Niar.” Sebuah suara mengejutkan Qisya.
Qisya menoleh ke bawah dan mendapati seorang cowok berdiri dengan sebuah payung. Kepalanya dihiasi sebuah mahkota. Mahkota daun cemara buatannya. Perlahan senyum manis terukir di wajah Qisya. Tanpa menunggu perintah apapun, Qisya berlari menghampiri Niar.
“Kok kamu ada di sini?”
“Aku dapat hukuman lagi.”
“Hukuman apa?”
“Menjaga permaisuri Pangeran Niar.” Ucapnya dan membuat Qisya tersenyum malu.
Mereka saling berpelukan dan berciuman mengungkapkan rasa rindu yang mereka rasakan masing-masing.


*diikutsertakan dalam lomba cerpen DIVA Press

Sabtu, 29 Oktober 2011

Cake for his birthday

Kecewa banget! oke, mungkin salah gue nyiapin kue ini buat dia tanpa dbilang ke dia dulu. Tapi, ini hari sabtu. Mestinya dia ada di gereja. Dia nolak pelayanan malam ini cuma untuk dateng ke acara sekolah nya yang dulu. Gue nyiapin ini semua dengan hrapan seenggaknya dia tau kalo gue masih sayang sama dia, kenyataan nya gue harus menelan kekecewaan. Bingung mau marah sama siapa. Tapi yang pasti gue nggak mau kenal dia, nggak akan pernah lagi gue mau ngmng sama dia. Pembohong besar. Dia bilang dia bakal cari waktu suapaya gue ama dia bisa makan bareng, tapi nyatanya udh sebulan lebih dia nggak punya waktu satu hari pun buat gue. Nggak usah satu hari, satu jam aja dia bisa kasih waktunya ke gue, gue bakal sangat amat berterima kasih. Nyakitin banget gue tau dia pergi sama temen-temennya nggak perlu janjian. Dia bisa mengorbakan waktunya buat ke gereja untuk dateng ke konser sekolahnya yang dulu. Mau marah mau maki-maki org mau teriak mau guling-gulingan. Rasanya tuh kesel bgt. Kok ada sih cowok tega kayak gitu? dia tau ada cwek yang masih sayang sama dia, tapi dia selalu ngasih harapan ke cewek itu. Diaa JAHAT BANGET.


you'll never meet me again !!!

Selasa, 25 Oktober 2011

NN

Sama seperti langit yang bertabur bintang
Penuh dengan cahaya
Itulah yang hati ini inginkan
Namun nyatanya
Hati ini hanya seperti langit gelap
Langit yang tak bisa menampakan seberkas cahaya
Langit yang hanya mampu menitikan air
Yang kian lama kian deras jatuh membasahi bumi
Hingga tak ada seorang pun yang dapat menghentikannya...

Minggu, 23 Oktober 2011

Semburat Senyum untuk Andrew


“Maaf, kita nggak bisa terus-terusan begini. Aku rasa lebih baik kita berteman saja. Aku yakin kalau kita bisa jadi sahabat yang baik dan persahabatan nggak akan memutuskan hubungan diantara kita”
“Maksud kamu? Kita…”
Masih terngiang di kepala Caroline setiap kata yang Andrew  ucapkan seminggu yang lalu. Kata-kata yang halus namun menyakitkan. Kata-kata yang membuat hubungan mereka berakhir di tengah jalan. Caroline masih tak percaya kalau ternyata hubungan yang ia anggap baik-baik saja harus mereka akhiri. Caroline terus meratapi keadaan yang ia harus terima.
“Tapi kenapa? Apa salah aku?” Tanya Caroline disela-sela tangisannya.
“Aku hanya nggak mau kamu tersiksa. Aku nggak mau kalau kamu nantinya menyesal pacaran sama cowok yang nggak bisa nurutin kemauan kamu. Aku ingin kamu bahagia. Aku yakin ada cowok di luar sana yang bisa membuat kamu bahagia.” Jelas Andrew.
Caroline terdiam. Ia hanya bisa menutup telponnya.
Sebulan telah berlalu dan Caroline masih tidak bisa merelakan Andrew begitu saja. Ketiga sahabatnya pun terus memberi semangat terhadap dirinya. Tapi, lagi-lagi masalah hati. Caroline tetap tidak mengindahkan setiap nasihat teman-temannya.
“Udahlah, Lin. Mau sampai kapan lu begini terus? Lu liat sendiri kan sekarang dia udah bisa ke kampus bareng cewe lain.” Ucap Sherly yang ceplas-ceplos.
“Kok dia gitu ya? Dia nggak ada waktu buat gue, tapi sekarang dia bisa jalan sama cewek lain.” Ratap Caroline.
“Lu liat kan? Itu aja udah menandakan kalau dia tuh nggak sebaik yang lu pikir. Dia tuh masih labil tau, nggak?” Ucap Elvina, sahabat Caroline yang lain.
“Lin, dengerin kita-kita deh. Lu tuh nggak jelek, nggak jahat juga. Masih ada bahkan banyak cowok yang bakala mau pacaran sama lu. Cowok nggak Cuma dia aja kok. Sayang banget hidup lu kalau Cuma buat meratapi satu cowok, kayak dia doang.” Tambah Sherly mempertegas kata-katanya.
“Jadi, menurut kalian gue harus ngerelain dia sama cewek barunya? Kalian tau, itu nggak gampang kan?” Kata Caroline yang masih meratapi keadaannya.
“Nggak gampang bukan berarti nggak bisa kan? Kita-kita ka nada di sini, Lin. Kita-kita bakalan ngebantuin lu buat ngelupain, lebih tepatnya ngerelain Andrew.” Tegas Elvina.
Caroline mengangguk dan memaksakan sebuah senyum terukir di wajahnya. Tapi bukan kah mestinya aku yang menjadi miliknya dan dia yang jadi milikku?Mengapa dia tak memilih aku? Batin Olin.






*Rekor nulis tercepat buat sylvia!! hhehe baru kali ini buat cerita dalam waktu 17 menit, walaupun sangat singkat tapi diterima juga sama @nulisbuku di #FFDadakan :)
nb: sangat sangat membutuhkan komentar :p

Minggu, 02 Oktober 2011

my day

























Thanks buat semua perhatian teman-teman dan sahabat gue yang baik banget. Mungkin ada sedikit kekecewaan yang gue rasain pas liat fotofoto ini karena seseorang yang gue harapin nggak pernah ada waktu buat gue sampai acara ini diadakan. TAPI gue juga sangat berterimakasih karena Tuhan terus mengingatkan gue kalo gue punya banyak temen yang slalu ada buat gue terlebih mereka ada saat hari jadi gue. Gue cuma mohon doa aja, semoga gue makin dewasa and terus dipulihkan hati gue. Thanks my Jesus, my family, my friend and my cmwc, and other.



Jesus Love You