Rabu, 20 Februari 2013

letters for you

Dear You....
Hai! Apa kabar kamu??? Aku dengar kamu sedang sangat sibuk dengan kuliahmu? Ingat, kamu harus tetap jaga kesehatan! aku senang kamu akhirnya bisa merasa nyaman tinggal di sana. Meskipun terkadang aku khawatir dengan keadaanmu, Kamu yang tinggal jauh dari orangtua kamu buat aku sulit untuk tau keadaan kamu. Tapi, aku tidak pernah henti menyebut namamu saat aku berdoa. Kamu benar-benar harus menjaga kesehatanmu. Tidak tahukah kamu aku sangat khawatir saat dua minggu lalu kita bertemu dan kamu terserang flu parah. Aku benar-benar khawatir.
ya, mungkin aku memang terlalu berlebihan :) oh, ya, dua minggu tidak melihat wajahmu membuatku dilanda rindu berat. Apakah kamu punya rasa yang sama? Aku sangat berharap setidaknya ada sedikit rasa itu di hati kamu.
Mungkin sampai sini dulu aku tulis suratnya, aku harus pergi. Kamu jaga kesehatan, ya :)

 Love ,
me
Seorang perempuan berambut pendek melipat kertas yang telah ditulisnya dan meletakkan di dalam sebuah kotak berwarna biru langit. Kotak yang terpasang foto sepasang kekasih di bagian penutupnya. Ia tersenyum sekilas, dan bibirnya terlihat mengucapkan sebuah kalimat. "I love you." Bisiknya.
Tak lama terdengar suara pintu kamarnya terbuka, seorang perempuan dan seorang laki-laki berpakaian putih masuk menghampirinya. "Pagi, Vizzy, sudah siap untuk bermain?" Ajak si perempuan yang memakai setelan putih.
Perempuan berambut pendek itu langsung menoleh dan sedikit terkejut dengan kedatangan orang lain di kamarnya tampak merengut. "Kenapa tidak ketuk pintu lebih dulu?" Tanyanya kesal.
"Maaf, tadinya kami ingin memberikanmu kejutan. Kamu sudah siap? Teman-teman yang lain sudah menunggumu di taman." Jawab si perempuan dengan sabar.
Vizzy mengangguk dan melangkah didampingi oleh perempuan berbaju putih.
***
"Pagi, Bisa saya bertemu dengan pasien bernama Vizzy?" Tanya seorang pria berkulit putih pada resepsionis.
"Bapak ini siapa?" Tanyanya terdengar menyelidik.
"Saya Vian. Temannya." Jawabnya singkat dan sang suster yang sekaligus bertugas sebagai resepsionis
"Nona Vizzy sedang terapi, mungkin anda ingin menunggunya di kamar inapnya?" 
Pria berkulit putih yang kira-kira berumur di atas dua puluh lima tahun itu menganggukkan kepalanya tanda ia meneria tawaran sang suster untuk menuggu di kamar inap tempat Vizzy di rawat. Pandangannya mulai beredar meneliti setiap sudut ruang kamar inap Vizzy. Hatinya miris melihat ruangan yang tidak terlalu besar dengan dinding berwana putih. Inikah tempat yang menjadi penjara bagi Vizzy? Pandangannya berhenti saat melihat sebuah kotak dimana wajahnya terlihat begitu muda tertempel di kotak tersebut. Tangannya dengan perlahan membuka kotak coklat tersebut dan rasa penasaran semakin menyelimutinya ketika melihat begitu banyak lembaran kertas di dalamnya. Lembar demi lembar mulai ia baca dan tanpa sadar air matanya turun begitu saja. 
"Hei!! Kamu!" Bentak Vizzy yang mendapati orang lain berada di dalam kamrnya. "Ngapain kamu baca ini?!" Omelnya dan langsung mengambil kertas yang dipegang Vian. Tangan Vizzy dengan lembut merapikan kertas-kertas yang berada di mejanya seakan-akan kertas tersebut sangat mudah terkoyak. "Nanti Vian marah." Gumamnya dan masih terus membereskan kertas-kertas yang ditulis tangan olehnya.
Sementara itu, Vian memperhatikan Vizzy dengan mata berair. Hatinya benar-benar teriris. Manusia seperti apa yang membuat dirinya seperti ini? Apa bisa orang itu dimaafkan?Makinya dalam hati. "Vizzy.... Ini aku datang." Ujar Vian dengan lirih, tapi Vizzy tak menanggapi. "Zy, kenapa kamu sampai begini? Maafin aku, Zy." Kata Vian lagi dan perhatian Vizzy tetap tidak teralihkan sampai akhirnya Vian memeluk tubuh Vizzy. Pundaknya terlihat gemetar saat memeluk tubuh wanita yang masih terasa spesial baginya.
"Hei, kamu kenapa?" Tegur Vizzy dan sedikit merasa risih dengan perlakuan Vian.
"Zy, ini aku, Vian."Ucap Vian dengan begitu lantang.
Mata Vizzy yang tadinya kosong, sekilas terlihat ada kilatan di matanya. Vizzy mengambil langkah mundur menjauhi tubuh laki-laki yag berada di depannya. "Pergi kamu! Kamu bukan Vian."
"Zy, aku benar-benar Vian. Surat-surat itu buat aku, kan?"
Mata Vizzy menatap tajam. Kilat kebencian terpancar dari sorot matanya. "Vian nggak pernah tinggaalin aku. Vian nggak pernah buat aku sakit! Kamu bukan Vian! Kamu yang mencuri Vian dari aku!!" Maki Vizzy histeris. "Keluar kamu! Aku benci kamu!!!" Teriakan Vizzy sepertinya terdengar cukup keras hingga para suster menghampirinya dan mencoba menenangkannya.
Vian mau tak mau menurut saat diminta untuk meninggalkan kamar Vizzy. Penyesalan benar-benar menyelimuti hatinya. Dirinya pernah menjallin kasih dengan wanita yang menempati kamar yang baru saja dihampirinya. Akan tetapi, ia memilih untuk meninggalkan wanita itu untuk mengejar pendidikannya dan mengubur kenangan yang pernah mereka lalui bersama. Setahun lalu ia mendengar kalau Vizzy sakit, tapi ia tidak pernah berpikir penyakit wanita itu akan separah ini. Ia sengaja mengulur waktu untuk menemui Vizzy, sampai akhirnya hari ini ia berani menjenguk mantan keasihnya yang ternyata memiliki gangguan jiwa akibat depresi berat yang di deritanya. Entah apa yang bisa ia perbuat untuk mengembalikan Vizzy seperti sediakala. Hati Vizzy memang sudah terlanjur hancur lebur dan itu karenanya. 



*the end*