Jumat, 20 Januari 2012

Inilah Aku, Tanpamu


24 Maret 2011
Tak ku dengar kabarmu seharian ini. Aku coba untuk menghubungi tapi yang ku dapatkan adalah kata-katamu yang singkat. Aku tau kamu sibuk, tapi bisakah kamu menanyakan kabarku sekali saja? Aku tetap menunggumu dengan sabar. Amarah yang sedikit aku rasakan, ku coba redam. Itu semua karna aku sayang kamu.
Hingga malam kamu masih juga sibuk. Sampai akhirnya ku tau kamu seharian ini bermain bersama teman-temanmu. Kamu pergi tanpa ada kabar, kamu bersenang-senang dengan mereka dan membiarkan aku tenggelam dalam kekhawatiran akan dirimu.
Lagi-lagi ku menangis, mencoba bersabar karna aku sayang dirimu. “Kenapa nggak ada kabar?” Tanyaku menahan emosiku.
Kamu diam di seberang sana. “Aku juga nggak ngasih tau mamaku.” Begitu jawabmu. Jawaban yang membuatku diam, tak bisa bicara apa-apa lagi.
“Seneng, ya, bisa jalan-jalan sama temen kamu?”
“Hm.” Jawabmu. “Sudahlah, ini hanya masalah kecil, jangan kamu besar-besarkan.”Katamu lagi. Aku mematikan ponselku. Ku tak sanggup lagi menahan emosiku. Ku lampiaskan emosiku dengan menangis sesaat setelah kuputuskan telpon. Sebegitu sulitnya, kah kamu untuk memberi kabar sekali saja? Mengapa kamu bisa sebegitu tenangnya mengabaikan aku?

26 Maret 2011
Betapa senangnya hati ini masih bisa melihat dirimu. Memelukmu. MenyentuhMu. Ponselku berbunyi seperti biasa sebelum aku beranjak tidur. My Prince polar bear!Pekik ku kegirangan. Entah masalah apa yang membuatmu mengatakan semua itu. Kata-kata yang seharusnya tak ku dengar.
“Aku pikir kita akan lebih baik jika bersahabat.”
“Maksud kamu? Kamu bercanda, kan?” Tanya ku yang masih menganggap dirinya bercanda padaku.
Kamu diam. Tak ada suara. “Beb?” panggilku. “Kamu lagi apa?” Tanyaku untuk mengalihkan pembicaraan.
“Nggak. Aku nggak bercanda, ini semua demi kebaikan kamu. Kamu pasti bisa dapat pacar yang lebih baik. Kalau aku masih terus sama-sama kamu, aku cuma nyakitin kamu.”
“Beb? Kamu pasti bukan bebnya aku? Kamu kenapa?” Tanyaku lagi yang hamper menangis.
“Nggak, aku nggak apa-apa. Inilah aku, tanpamu. Aku nggak mau nyakitin kamu lagi.”
Aku tak ingat lagi apa yang dibicarakannya padaku. Aku mulai belajar menjalani hari tanpa dirinya. Waktu 1 tahun 5 bulan bukan waktu yang sebentar untukku. Aku berusaha melangkah, melepaskan diri dari bayangannya. Namun, semua itu tak mudah seperti kata-katanya. Hariku tampak kosong, sesekali aku seperti menonton film di kepalaku. Aku melihatnya. Aku merasakannya. Lagi-lagi itu semua hanyalah kebohongan.
Lepas 10 bulan sejak kejadian itu ku tetap bertahan, sedikit demi sedikit ku tetap bangkit. Mungkin saat ini aku bisa berkata, “Inilah akun tanpamu. Berusaha menghapus semua air mata yang mengalir di pipiku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks for your comment