Minggu, 01 April 2012

Payung Ungu Amela


“Mami!!” Teriak Seorang gadis kecil dengan suaranya yang masih cempreng.  “Mami!!!” Teriaknya lagi sambil terus berlari dari kejaran seorang anak laki-laki.
“Angga, sudah! Ela-nya kelelahan itu.” Lerai seorang wanita muda yang menghentikan anak laki-laki itu.  “Tuh, kan, kamu juga keringatan begini!” Omelnya pada anak bungsunya.
“Ela!” Panggil seorang wanita muda yang masih terlihat cantik tak jauh dari tempat anaknya terduduk kelelahan. “Kamu habis ngapain, kok kecapean gitu?” Tanyanya penuh dengan perhatian. Ia mengambilkan tisu dari tasnya dan mengelap keringat di kening dan leher putri semata wayangnya.
“Mami, Ela haus.” Rengek si gadis kecil.
“Yuk, kita beli di supermarket!” Ajak sang Mami.
Ela dengan polosnya, menggeleng. “Ela mau beli minum di situ.” Tunjuk Ela pada sebuah warung kecing  taka uh dari tempat bermainnya.
“Ya, sudah. Ela bisa beli sendiri?” Tanya sang Mami seraya dijawab dengan anggukan  oleh Ela. “Ini uangnya. Ingat, jangan beli macam-macam, ya!” Pesan sang mami masih dengan penuh perhatian.
Gadis kecil yang bernama Ela itu pun berjalan dengan lincah kea rah warung di pinggiran taman.  “Permisi, bu, beli air mineral gelas!” Seru Ela agak kencang.
Seorang wanita setengah baya pun keluar dari dalam warung kecilnya. “Neng Ela? Beli minum?” Tanya si ibu yang sudah afal dengan wajah imut Ela.
“Iya. Satu, ya, Bu!” Sebut Ela sekali lagi. Perhatian Ela teralih oleh seorang anak laki-laki yang sedang duduk diam di bawah pohon. Ela pun menghampiri anak laki-laki itu, “Kamu lagi apa?” Tegur Ela.
“Aku lagi istirahat. Kamu?”
“Aku? Oh, ya! Aku tadi lagi beli minum. Kamu mau?” Tanya Ela polos.
“Mau.” Jawab singkat anak laki-laki itu. Ia pun membiarkan Ela kembali ke warung, sedangkan dirinya melanjutkan membereskan lembaran koran yang  dibawanya dari pagi.
“Ini!” Seru Ela yang sudah menggenggam air mineral gelas di masing-masing tangannya. “Ini buat kamu!”
“Makasih, ya!”  Kata anak laki-laki itu seraya menusukkan sedotan ke dalam kemasan.
“Kamu sekolah dimana? Kok bawanya Koran?” Tanya Ela masih dengan wajah polosnya.
“Aku nggak sekolah. Seharian ini aku di jalanan keliling daerah sini.” Jawab anak laki-laki itu tak kalah polosnya.
“Lho, memangnya mami kamu nggak omelin kamu kalau nggak sekolah?”
“Nggak.” Geleng si anak laki-laki. “Ibu akan marah kalau aku nggak jual Koran-koran ini.”
“Ela!!” Panggil sang mami dengan suara nyaring daridalam mobil.
“Eh, mamiku udah manggil. Ini buat kamu.” Kata Ela yang langsung meninggalkan anak laki-laki itu detelah memberikan selembar uang sepuluh ribuan.
Anak laki-laki itu pun tersenyum lebar. Bukan karna ia bisa makan enak dengan uang yang diterima dari teman barunya, tapi karna dengan uang itu, ia tidak akan dimarahi ibunya meskipun Koran yang dibawanya tidak habis terjual.
***
“Daddy, Ela mau itu!” Tunjuk Ela pada sebuah payung dengan model tokoh kartun favoritnya, Hello Kitty.
“Lho, itu, kan payung? Ela tau cara pakainya?” Tanya Daddy.
Ela menggeleng. “Ela suka itu karna ada Hello Kittynya.” Jelas Ela.
Sang daddy hanya tertawa geli melihat kepolosan putrinya. “Ela mau itu?” Tanyanya sekali lagi. Ela pun mengangguk mantap. “Tapi, Ela harus janji sama Daddy.”
“Aku, Amela, janji untuk menjaga semua barang-barang pemberian daddy!” Ucapnya dengan lantang dan tak ketingglan senyum manis di akhir janjinya.
Daddy pun tersenyum bangga pada putrinya dan mengajak masuk ke dalam pertokoan yang ditunjuk Ela.

“Mami!!! Ela dibeliin ini sama Daddy!!” Seru Ela riang menghampiri maminya yang sedang duduk di food court.
“Wah, bagusnya!” Decak kagum mami Ela yang sengaja berhenti menyantap hidangan yang ada di depannya.
***
“Kamu kenapa nangis?”
“Payungku dirusak temanku. Sekarang aku nggak punya payung hello kitty lagi. Terus aku pasti bisa kehujanan.” Rengek seorang gadis kecil.
“Sudah jangan menangis. Ini! Pakai saja!” Kata seorang anak laki-laki yang menyerahkan payung kepunyaanya.
Anak gadis kecil itu hanya diam sambil memandangi payung yang ada di tangan anak laki-laki itu.
“Payung ini memang tidak sebagus payung hello kitty kamu, tapi dengan payung ini kamu bisa pulang dan tidak kehujanan.”
“Bukan begitu. Kalau aku pakai payung ini, nanti kamu pakai payung apa?”  Tanyanya polos.
Si anak laki-laki itu tersenyum dan mengeluarkan kantong plastik hitam dari saku celananya. “Aku bisa pakai ini.”
“Terima kasih, ya! Ini jadi payung ungu Amela!” Sorak gadis kecil itu.
“Hahhaha… Nama kamu itu Amela? Bukannya Ela?” Tanya anak laki-laki itu.
Amela menaikan sebelah alisnya. “Kok kamu tau nama pendekku? Kita pernah ketemu?” Tanya Amela bingung.
“Kamu tidak ingat dengan Koran-koran ini?”
Amela memperhatikan laki-laki itu dari ujung kaki hingga ujung rambutnya. “Kamu anak kecil yang lebih milih buat jual Koran dari pada sekolah?!” Tebak Amela.
Anak laki-laki itu mengangguk mantap. “Terima kasih buat waktu itu. Karna kamu sekarang aku bisa sekolah.”
Amela tak percaya kelakuannya saat masih duduk di bangku taman kanak-kanak bisa merubah hidup seseorang. Kini usianya memang masih terbilang anak-anak. Tiga tahun telah berlalu dan kebaikannya mendapatkan balasan. Bukan maksudnya untuk pamrih, tapi ia sadar apa yang ia tanam, itu juga yang akan ia tuai. Jika dirinya menanam kebaikan, ia pun akan menuai kebaikan. Begitu juga sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

thanks for your comment