Minggu, 01 April 2012

Selamat Ulang Tahun, Kamu


“HAPPY BIRTHDAY, FIDE!!” Seru Caroline saat aku membuka pintu kamarku. Tidak hanya Caroline, mama dan papa berdiri di sisi kanan dan kiri Caroline.
“Makasih.” Kataku singkat. Aku masih tak menyangka Caroline mau menyempatkan diri ke apartemenku untuk memberikan kejutan ini.
“Hei, kok, bengong sih?! Make a wish, dong!” Ucapnya dengan senyum yang terus mengembang di wajahnya. Aku tau ia merasa canggung dan malu karna orang tuaku ada dan mendukungnya memberikan kejutan ini.
Aku menutup mataku dan berdoa dalam hati. Tuhan aku tidak akan meminta banyak hal lagi padaMu. Ini semua sudah cukup bagiku. Papa dan mama yang menjagaku dan seseorang yang sempurna yang Kau izinkan ada untuk menemaniku. Satu hal saja yang aku mau. Jangan biarkan mereka pergi dari hidupku.Doa ku dalam hati.
“Sekarang  tiup lilinnya!” Katanya.
“Fuuuh..” Tepat saat api di lilin ke dua puluh satu aku matikan, Caroline bersorak senang disertai tepukkan tangan dari mama dan papaku.
“Sekarang, suapin papa dan mama kamu.” Katanya lagi yang sepertinya menjadi MC di ‘acara ulang tahunku’. Tangannya yang telaten selalu membuatku kagum. Seperti hal sekecil ini, ia memotong kue dengan besar dan ukuran yang sama kemudian di letakkan di atas piring kecil.
Tak lupa ia merogoh kantong celanya dan mengeluarkan smartphonenya untuk mengambil gambar aku dengan kedua orang tuaku.
“Lin, sekarang kamu, dong! Sini, biar Tante yang ambil gambar.” Ujar mama menawarkan diri.
Aku tersenyum lega. Aku merasa beruntung memiliki perempuan seperti Caroline. Dia tidak kayak, tapi hatinyalah yang membuat aku tak ingin lepas darinya. Aku menyuapkan sepotong kue ke mulutnya. Tepat sebelum potongan kecil kue itu masuk ke dalam mulutnya, krim kue menempel di hidungnya.
“Fide..” Rengeknya dengan wajah cemeberutnya.
Aku tertawa puas. “Kamu tambah cantik, tau.” Ledekku.
“Ih, kamu!” Caroline membalas perbuatanku dengan mengoleskan krim kue pada pipiku.
Aku memeluknya dan mendaratkan kecupan hangat di keningnya, “Makasih banyak, ya, sayang.” Bisikku. Ia pun membalas pelukanku dengan erat.
Senyumnya terus mengembang sampai aku mengantarnya pulang ke rumah. Senyum yang sangat membuatku tenang. Vizzy Caroline…
***
“Selamat ulang tahun, kamu, Olin!” Ucapku sedikit berbisik. Aku berusaha menahan air mata yang sudah berlinang di pelupuk mataku. Aku tidak mau Caroline melihatku menangis di hari lahirnya. “Lihat, aku bawa Tiramisu Cake kesukaan kamu. Nggak hanya itu sayang, aku juga datang sama mama dan papa kamu.” Ucapku yang semakin lirih. Ku dengar suara isakan tangis yang tertahan dari ibunda Olin.
“Selamat ulang tahun, Sayang. Semoga kamu bahagia di sana.” Ucapku lagi dan aku idak bisa menahan air mata yang mengalir begitu saja membasahi pipiku.
“Fide.” Panggil Om Satrio –papanya Caroline-. Ia menganggukan kepalanya, memberika isyarat padaku agar kami cepat-cepat pulang.
Aku tahu Om Satrio jauh lebih merasakan kesedihan disbanding dengan yang kurasakan. Aku menatap batu nisan yang bertuliskan VIZZY CAROLINE cukup lama. Aku akan menjaga mereka. Menjaga orang-yang kamu sayangi. Tidur dengan tenang, Sayang. Ucapku dalam hati.
Kejadian yang tak pernah aku sangka. Kecelakaan maut yang mengharuskan ia berpulang pada Bapa di surga. Kata-kata terakhir sebelum kecelakaan itu terjadi selalu terngiang-ngiang di kepalaku.
“Beb, kamu harus jaga diri baik-baik, ya! Nggak boleh lupa makan, nggak boleh keseringan begadang! Terus, inget tuh kuliah kamu!Oh, ya, kamu juga jagain papa, mama kamu, ya. Hmm.. orang tuaku juga, ya.”
Ucapannya yang saat itu aku anggap hanya bagian dari wejangan sehari-hari, tak terpikir olehku ternyata harus menjadi kata-kata terakhir darinya.

2 komentar:

thanks for your comment