Perasaan Caroline kini bercampur aduk antara senang dan takut. Senang karna ia tak menyangka cowok yang selama ini ia kagumi berusaha mendekatinya dan mengajaknya kenalan. Cowok yang ia kagumi sejak pertama kali menginjak dunia perkuliahan dan tak pernah terpikirkan oleh dirinya untuk berbicara dengannya.
Rasa takut seketika itu juga mulai menyelimuti hatinya. Caroline tau seharusnya ia tak boleh berharap dengan cowok-cowok di dunia ini. Semua yang dialaminya hanya akn menjadi mimpi. Apalagi kalau ia tau diri Caroline yang sebenarnya.
“Lin, lu dipanggil ke ruang dosen tuh!” Seru seorang cewek.
Caroline memang tak pandai bergaul dan juga tak ingin menjalin pertemanan yang begitu erat. Beda halnya dengan Citra, teman dan sahabatnya dari mereka masih digendongan ibu mereka. “Cit, gue titip tas gue, ya?” Katanya yang siap-siap beranjak pergi menemui dosennya.
“Yap!” Celetuk Citra yang masih terus mengutak-atik netbook-nya.
Tok..tok.. “Permisi, Bu.” Sapa Caroline ketika memasuki ruangan dosen yang ingin menemuinya.
“Oh, Caroline. Mari duduk!”
Caroline pun menurut. “Ada perlu apa, Bu?” Tanya Caroline.
“Begini, minggu depan kampus kita akan kedatangan mahasiswa dari luar negri yang universitasnya telah bekerja sama dengan universitas kita. Tugas kamu adalah menjadi mentor mereka selama mereka ada di universitas kita.”
“Apa hanya saya sendiri? Saya rasa saya belum mampu menjadi seorang mentor.” Kata Caroline agak pesimis.
“Oh, tenang saja. Kamu tidak melakukan pekerjaan ini sendiri, tapi..” Tok..tok..tok.. seorang cowok masuk ke dalam ruangan itu. Cowok yang tak ingin ditemui oleh Caroline. “Oh, Vian. Sini, bergabung!” Seru sang dosen.
Octavian menurut dan memilih duduk di sebelah Caroline. Octavian sempat menebarkan senyumnya untuk Caroline tapi Caroline memalingkan mukanya. Octavian lagi-lagi harus menelan kekecewaan dan itu semua tergambar di wajahnya yang berubah menjadi lesu.
Sang dosen pun mengajukan permintaan yang sama kepada Octavian seperti yang diajukannya pada Caroline. Berbeda dengan Caroline, Octavian yang mengambil jurusan menejemen bisnis di universitasnya sangat antusias menerima tugas yang diberikan ibu dosen yang satu ini.
“Serahkan semuanya pada kita, Bu. Kita pasti berusaha menjadi mentor yang baik untuk mahasiswa ‘bule’ itu!” Seru Octavian yakin seraya menggenggam tangan Caroline.
Sang dosen tersenyum puas, sedangkan Caroline cepat-cepat menepis tangan Octavian. Deg… tiba-tiba jantung Caroline berdegub dengan kencang. Pliss.. jangan sekarang.Batinnya memohon. Kepalaya mulai terasa pusing dan samar-samar ruangan dosen berubah menjadi sebuah cafĂ© dengan dipenuhi oleh kerumunan orang di suatu sudut. Mereka sedang mengerumuni seseorang yang terluka di bagian perutnya.
“Caroline!!” Sebuah bentakan suara membuyarkan alam bawah sadar Caroline. Dag..dig..dug.. Detak jantung Caroline masih belum kembali normal, matanya kali ini tak lepas memandangi cowok yang ada di hadapannya. Octavian. “Lin, kamu nggak apa-apa, kan?” Tanya Octavian seraya mengguncangkan tubuh Carolline yang masih duduk diam tanpa bergerk sedikit pun.
Tiba-tiba air mata Caroline membasahi pipinya. Sedetik kemudian Caroline terisak. Nggak mungkin…nggak mungkin dia orangnya. Batinnya.
Octavian yang tidak mengerti hanya bisa diam dan memandangi Caroline yang masih terisak.
#2 #15HariNgeblogFF
Ceritanya ngaur y ama judulnya. hhehe :p
*komentar dan kritikan diterima
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for your comment