“Maaf, kita nggak bisa terus-terusan begini. Aku rasa lebih baik kita berteman saja. Aku yakin kalau kita bisa jadi sahabat yang baik dan persahabatan nggak akan memutuskan hubungan diantara kita”
“Maksud kamu? Kita…”
Masih terngiang di kepala Caroline setiap kata yang Andrew ucapkan seminggu yang lalu. Kata-kata yang halus namun menyakitkan. Kata-kata yang membuat hubungan mereka berakhir di tengah jalan. Caroline masih tak percaya kalau ternyata hubungan yang ia anggap baik-baik saja harus mereka akhiri. Caroline terus meratapi keadaan yang ia harus terima.
“Tapi kenapa? Apa salah aku?” Tanya Caroline disela-sela tangisannya.
“Aku hanya nggak mau kamu tersiksa. Aku nggak mau kalau kamu nantinya menyesal pacaran sama cowok yang nggak bisa nurutin kemauan kamu. Aku ingin kamu bahagia. Aku yakin ada cowok di luar sana yang bisa membuat kamu bahagia.” Jelas Andrew.
Caroline terdiam. Ia hanya bisa menutup telponnya.
Sebulan telah berlalu dan Caroline masih tidak bisa merelakan Andrew begitu saja. Ketiga sahabatnya pun terus memberi semangat terhadap dirinya. Tapi, lagi-lagi masalah hati. Caroline tetap tidak mengindahkan setiap nasihat teman-temannya.
“Udahlah, Lin. Mau sampai kapan lu begini terus? Lu liat sendiri kan sekarang dia udah bisa ke kampus bareng cewe lain.” Ucap Sherly yang ceplas-ceplos.
“Kok dia gitu ya? Dia nggak ada waktu buat gue, tapi sekarang dia bisa jalan sama cewek lain.” Ratap Caroline.
“Lu liat kan? Itu aja udah menandakan kalau dia tuh nggak sebaik yang lu pikir. Dia tuh masih labil tau, nggak?” Ucap Elvina, sahabat Caroline yang lain.
“Lin, dengerin kita-kita deh. Lu tuh nggak jelek, nggak jahat juga. Masih ada bahkan banyak cowok yang bakala mau pacaran sama lu. Cowok nggak Cuma dia aja kok. Sayang banget hidup lu kalau Cuma buat meratapi satu cowok, kayak dia doang.” Tambah Sherly mempertegas kata-katanya.
“Jadi, menurut kalian gue harus ngerelain dia sama cewek barunya? Kalian tau, itu nggak gampang kan?” Kata Caroline yang masih meratapi keadaannya.
“Nggak gampang bukan berarti nggak bisa kan? Kita-kita ka nada di sini, Lin. Kita-kita bakalan ngebantuin lu buat ngelupain, lebih tepatnya ngerelain Andrew.” Tegas Elvina.
Caroline mengangguk dan memaksakan sebuah senyum terukir di wajahnya. Tapi bukan kah mestinya aku yang menjadi miliknya dan dia yang jadi milikku?Mengapa dia tak memilih aku? Batin Olin.
*Rekor nulis tercepat buat sylvia!! hhehe baru kali ini buat cerita dalam waktu 17 menit, walaupun sangat singkat tapi diterima juga sama @nulisbuku di #FFDadakan :)
nb: sangat sangat membutuhkan komentar :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
thanks for your comment